Erika


Bermimpi menyulap kawasan pesisir menjadi desa wisata, sebut saja wisata bahari[i], mau tidak mau kita harus menilik ikatan solidaritas masyarakat nelayan yang ada. Apapun yang tertemukan dalam tilikan ikatan solitaritas nanti, kita harus memandang arif untuk difungsikan dalam mendukung rencana program wisata. Etika ini penting untuk dimiliki para agen yang sedang memperjuangkan desa nelayannya menjadi desa wisata bahari.
Jika dalam sebuah tilikan, ikatan solidaritas yang tertemukan adalah ikatan solidaritas tradisi, maka daya dan energi itu harus digunakan untuk mendorong terwujudnya program yang ada. Begitupun, jika dalam kajian, ikatan solidaritas yang ada cenderung berlimpah ikatan solidaritas berbasis profit, pun juga dapat digunakan untuk modal sosial[ii] dalam mewujudkan desa wisata bahari yang diimpikannya.
Sikap yang arif di atas menjadi penting dihadirkan. Mengapa demikian? Karena dalam merencanakan sebuah perubahan sosial, prinsipnya adalah ketika proses berjalan harus memuliakan masyarakatnya. Membenci hingga menghilangkan anggota masyarakat pada saat memperjuangkan desa wisata bahari, adalah awal kegagalan dari program desa wisata bahari. Konflik horizontal secara berkepanjangan sama saja membuang kesempatan dan tidak menghargai potensi sosial. Semua musti dirangkul, semua musti dimuliakan, karena merekalah yang selama ini menjadi penjaga dan pelestari kebaharian.
Setelah urusan etika di atas sudah selesai, selanjutnya adalah mengkaji dengan jeli tentang dinamika sosial pada masyarakat nelayan, yaitu mengkaji ikatan solidaritas masyarakat nelayan. Inilah inti dari tulisan ini, yaitu menilik ikatan solidaritas masyarakat nelayan untuk digunakan modal sosial menuju kawasan wisata bahari yang berkelanjutan.
Mengkaji rencana perubahan sosial, dalam sosiologi acapkali kali tak lepas dari perspektif Durkheim tentang ikatan solidaritas. Dalam pemahaman terbatas, Durkheim mendedahkan bahwa ikatan solidaritas  adalah kesadaran kolektif yang menggerakkan akan semua tindakan social. Durkheim membagi ikatan solidaritas dalam dua alur. Pertama, alur solidaritas mekanik[iii]. Dan alur kedua adalah solidaritas organik[iv].
Alur solidaritas mekanik biasanya dipahami sebagai ikatan kesadaran kultural. Yang menggerakkan kesadaran dalam membangun ikatan sosial ini adalah sistem tradisi. Biasanya, perilaku sosial yang dijalankan pada solidaritas mekanik ini adalah perilaku sosial berbasis nilai (value). Contoh dalam masyarakat nelayan adalah melangsungkan tradisi sedekah laut. Mereka melakukan tindakan sosial sedekah laut, biasanya dilandasi dengan kesadaran kultural, bahkan terkadang dibalut dengan keyakinan.  
Selanjutnya alur yang kedua adalah alur solidaritas organik. Untuk mengidentifikasi alur kali kedua ala Durkheim ini dapat dilihat dengan mengidentifikasi fenomena “Nyumbang[v]” saat hajatan di masyarakat nelayan. Seperti halnya pada tradisi sedekah laut[vi] dan gotong royong, bahwa tradisi “Nyumbang” pun berjalan atas dasar kesadaran. Hanya saja perilaku resiprosikal ini cenderung kuat dilandasi orientasi keuntungan.
Sedekah Laut dan Membangunkan Rumah Runtuh
Penjelasan logis terhadap perilaku solidaritas sedekah laut adalah adanya keterbatasan kemampuan para nelayan untuk menghalau petaka di laut. Sebuah petaka yang melampaui kekuatan manusia. Untuk itu, perlu adanya penguatan psikis terhadap bagaimana alam batin mereka tidak terbebani oleh petaka tersebut. 
Sebaliknya, bagi yang tidak berpartisipasi dalam tradisi sedekah laut, mereka cenderung bergundah rasa. Batin sekaan dirundung petaka setiap saat yang siap meluluh-lantakkan kapal dan pukatnya. Sehingga wajar, jika dalam perayaan sedekah laut, cukup mudah melakukan penggalangan dana, cukup mudah pelaksanaannya, karena semua sumber daya yang ada telah terkonstruksi dengan ikatan solidaritas jauh-jauh hari sebelumnya.
Begitupun dalam hal keseharian masyarakat nelayan. Panorama bergotong royong dalam mendorong kapalnya ke bibir laut, tindakan saling membantu saat kapalnya tersangkut batu karang, hingga rasa saling menjaga barisan kapal saat ombak besar melanda, itu semua adalah bukti nyata dari pancaran ikatan mekanik masyarakat nelayan.
Hal menarik juga dapat disaksikan ketika para nelayan berlimpah hasil tangkapannya, masyarakat nelayan dengan mudah bergotong royong dalam membantu prosesnya. Nelayan yang berlimpah hasil tangkapan laut, dengan mudah berbagi hasilnya. Mereka seakan tidak memandang penting akan harga dari jerih payah menangkap ikan di laut. Mengapa demikian? Perilaku tersebut berlangsung karena kesadaran kolektif[vii], bahwa usaha menangkap ikan dilaut bukan semata-mata memiliki kapal dan pukat saja. Melaut bagi mereka adalah buah kesadaran akan keselamatan dari petaka. Keselamatan melaut adalah kemurahan Sang Pencipta. Adapun limpahan tangkapan ikan adalah wujud cintaNya kepada hambanya.
Jika menilik pola pemukiman (dahulu) di kawasan nelayan, mereka tidak mengenal politik mercusuar. Filosifi hidup mereka adalah mengalir seperti air. Semua yang ada harus di bawah pusaran air. Siapapun dan apapun yang di atasnya, akan hanyut terbawa karena air sangat benci dengan kesombongan mercusuar yang dibangunnya. Filosofi hidup ini terbangun karena pengalaman hidup mereka yang acapkali rumahnya disapu oleh ombak laut di bibir sana. Filosofi hidup ini juga terbangun dari seringnya kapal-kapal mereka disandarkan di bibir pantai, esoknya lenyap begitu saja. Dalam dokumen-dokumen klasik, rumah-rumah di pemukiman[viii] nelayan tidak mengenal prinsip  menara. Bahan dan berkakas yang digunakan adalah ramah lingkungan. 
Namun pola yang demikian, perlahan berubah. Bahan dan perkakas rumah nelayan sudah bertembok, berbesi, dan bertembaga. Walaupun demikian, ekspresi gotong royong dalam membangun rumah masih dapat dilihat juga. Di pemukiman nelayan Jawa Tengah bagian timur, contohnya. Setiap ada rumah yang terkenakan abrasi, seketika itu juga semua nelayan saling bergotong royong dalam membangunnya.
Dari ulasan singkat di atas, tampak keseharian nelayan cenderung masih terbangun pola solidaritas, tepatnya solidaritas mekanik. Perilaku mereka adalah kesadaran kolektif atau kesadaran bersama dalam membangun konformitas sosial yang ada. Lantas bagaimana memfungsikan ekspresi ikatan solidaritas ini dalam sebuah program perencanaan wisata bahari? Sebelum menghubungkan hal tersebut, mari kita tilik alur solidaritas yang kedua, yaitu ikatan solidaritas organiknya. Apakah solidaritas organik ada? Jika ada, apa bentuknya dan bagaimana dinamikanya? Lantas bagaimana pula menerapkan ikatan solidaritas organik dalam sebuah program perencanaan wisata bahari yang ada?
“Nyumbang” dan Hajatan Keuntungan
Selanjutnya adalah alur solidaritas organik pada masyarakat nelayan. Fenomena menarik yang masih dapat dilihat pada saat ini ada tradisi “Nyumbang” saat hajatan pernikahan pada masyarakat nelayan. Pada saat menggelar hajatan pernikahan, masyarakat nelayan acapkali menggunakan momen ini untuk mengumpulkan sumbangan yang dahulu diberikan kepada kerabat  dan tetangga dekatnya. Setiap hajatan pernikahan di gelar, begitupun dengan hajatan kelahiran dan sunatan, banyak handai-taulan berkumpul bersama. Sekaan wajib hukumnya, pranata resiprositas ini, berlangsung.
Tradisi  “nyumbang” pada masyarakat nelayan adalah bukti nyata masih berlangsungnya membagi beban dan biaya dengan keluarga dan tetangga dekatnya saat hajatan. Untuk melangsungkan hajatan, pemilik hajat tak perlu pusing  tujuh keliling. Berbekal pekabaran hajatan dari rumah ke rumah, dan dengan modal uang seadanya, hajatan dapat berlangsung cukup  meriah. Strategi melangsungkan hajatan besar ini dilakukan sebagai wujud adanya kesadaran bersama untuk saling menanggung  dana dan beragam bahan sembako hingga rokok yang diperlukannya.
Dalam mempersiapkan kenduri dan selametan pernikahan, para saudara dan tetangga dekatnya dikasih tahu terlebih dahulu bahwa yang bersangkutan akan menikahkan anaknya. Tindakan ini juga menjadi pengingat kepada keluarga dan tetangga dekatnya, bahwa yang bersangkutan dulunya pernah memberi sumbangan saat keluarga dan tetangganya melangsungkan hajatan pula. Pada saat itulah, keluarga dekat dan jauhnya, merespon dengan cepat dan sigap atas kesediaannya dalam membalas sumbangan ini dan itu. Biasanya ada yang bersedia menanggung biaya rias pengantin, biaya beras, biaya sound sistem, biaya hiburan orgen, hingga biaya rokok. Tentu kesanggupan ini sesuai dengan sumbangan dari yang bersangkutan pada saat  itu.
Terasa ringan, ketika hajatan pernikahan dilangsungkan dengan pembagian beban biaya. Inilah wujud dari fenomena shared poverty[ix]atau saling merasakan kemiskinan. Walalupun “Nyumbang” ini bernuansa meraup keuntungan, namun ketika ditilik secara mendalam, tradisi “nyumbang” ini terbangun atas ikatan solidaritas. Tanpa adanya ikatan solidaritas, tentu saja masyarakat nelayan akan berat setiap melangsungkan hajatan pernikahan. “Nyumbang” telah  menjadi ekspresi kuat dan ringannya ikatan solidaritas organik. Mengapa? Karena fenomena “Nyumbang” memiliki orientasi keuntungan, namun terlaksana atas dasar kesadaran bersama.  
Modal Sosial dan Rekayasa Wisata Bahari
Ulasan tradisi sedekah laut dan  gotong royong mendirikan rumah nelayan di atas, adalah bukti bahwa masyarakat nelayan memiliki modal sosial yang cukup. Tradisi sedekah laut dan gotong royong mendirikan rumah nelayan, telah melahirkan kesadaran bersama dalam hal menatab petaka laut yang setiap saat mendera. Lantas bagaimana menggunakan modal sosial dalam bentuk kesadaran sosial untuk difungsikan dalam mendorong terwujudnya wisata bahari?
Tradisi sedekah laut dan membangun rumah secara gotong-royong sebagai wujud ekspresi ikatan solidaritas mekanik ini, sudah saat nya tidak hanya digunakan semata-mata untuk membangun kesadaran bersama atas petaka sosial yang akan muncul di masa yang akan datang. Bagaimana dan mulai dari mana menggunakan modal sosial tersebut? Kesadaran bersama ini sudah saatnya digunakan untuk pintu masuk dalam membangun konstruksi sosial bahwa laut itu selain sumber rejeki, juga rentan dengan bencana. Setali tiga uang, modal sosial ini dapat diperluas fungsinya untuk membangun kesadaran kolektif bahwa sumber harmoni masyarakat nelayan tidak hanya dengan melaut saja. Pesona laut juga menjadi penting dijadikan instrumen dalam mewujudkan harmoni nan sejahtera.
Apakah itu pesona laut? Ruang lingkup pesona laut adalah potensi seni tradisi nelayan  dan pantai laut. Potensi seni tradisi nelayan adalah pentas sedekah laut. Potensi pantai laut adalah segala apa yang ada di pantai, mulai dari pasir, ombak, suasana, perahu, aktivitas nelayan, kuliner ikan, cahaya, angin, hingga emosi yang terbangun di laut. Hal tersebut adalah potensi dasar dari modal sosial yang dimiliki masyarakat nelayan. Potensi seni tradisi dan potensi pantai inilah yang perlu diunggulkan.
Karena modal sosial terbesar masyarakat nelayan adalah kesadaran kolektif, maka masyarakat perlu diingatkan bahwa investasi sosial yang paling berharga bukan alat-alat bermain ala pabrikan dan makanan siap saji. Investasi padat modal harus dipandang masuk dalam strata kedua, setelah modal sosial yang menjadi utama. Dengan memposisikan strata modal sosial yang paling istimewa, maka monopoli kesejahteraan atas eksploitasi pesona pantai dan tradisi tidak terjadi, atau minimal dapat dikendalikan.
Terlepas dari kesadaran kolektif yang terbangun atas dasar modal sosial di atas, masyarakat nelayan juga perlu instropeksi diri, bahwa cara mendistribusikan kesejahteraan tidak boleh lewah. Pentas sedekah laut sudah saat nya dikaji, agar pesona tradisi ini tidak menjerat kesejahteraan mereka saat ini dan dikemudian nanti.
Begitupun dalam tradisi “Nyumbang”. Tradisi yang satu ini juga menjadi daya tarik sendiri dalam memintal modal sosial masyarakat nelayan. Tradisi nyumbang yang diekspresikan dengan cara menyumbang saat anggota keluarga dan tetangga dekat melangsungkan hajatan pernikahan. Hal menarik yang terkandung dalam tradisi ini adalah adanya kesadaran kolektif dalam meringankan beban saat hajatan berlangsung. Sehubungan dengan rencana mewujudkan kawasan wisata bahari, tentu tradisi saling meringankan beban ini dapat dijadikan sebagai modal sosial itu sendiri. Mengapa demikian? Iya, karena dalam mewujudkan kawasan wisata bahari, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. 
Dengan demikian, tradisi “Nyumbang” dapat dijadikan pintu masuk dalam hal mendorong terwujudnya kesadaran kemandirian[x] modal dan investasi berbasis partisipasi. Tradisi “Nyumbang” juga memiliki daya tarik dalam prinsip investasi. Hal ini dapat dibuktikan bahwa tradisi “Nyumbang” memimiliki  prinsip kepastian dan kontrol sosial yang kuat saat tradisi ini diakuisisi dalam penggalangan dana untuk modal wisata bahari. Lantas bagaimana caranya?
Dalam memfungsikan dana partisipasi berbasis tradisi ini, dapat digunakan untuk penyediaan beragam fasilitas utama dan penopang wisata bahari. Fasilitas utama kawasan wisata bahari meliputi hal ihwal yang berhubungan dengan peralatan pesona tradisi dan peralatan pesona pantai. Dengan demikian, jika model ini dapat dijadikan pintu masuk dalam pengadaan modal untuk invetasi dalam mendorong terwujudnya kawasan wisata bahari, maka masyarakat akan mandiri, bukan tergantung dan dikendalikan oleh investasi dari luar, yang acapkali menghalangi mimpi kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Demikian strategi menggunakan modal sosial dalam wujud ikatan solidaritas masyarakat nelayan menuju kawasan wisata bahari. Tentu dalam pelaksanaannya, strategi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Beragam tantangan dan hambatan tentu telah berderet menanti. Tetapi jika daya dan upaya kita lakukan dengan sabar, maka modal sosial yang dimiliki masyarakat nelayan ini,  dapat mewujudkan kawasan wisata bahari.
Salam bahari, salam lestari.
* Penulis adalah Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Pamotan
[i] WBD, (dalamhttp://wisatabaharidasun.com/), (Dasun Lasem, 2017)
[ii] Badaruddin, Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan”, dalam M. Arief Nasution, Badaruddin, Subhilhar, (Editor). 2005. Isu-isu Kelautan : Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
[iii] Goerge Ritzer, Teori Sosiologi (dari Terori Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern), (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2011), hal. 93
[iv] Goerge Ritzer, Teori Sosiologi (dari Terori Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern), (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2011), hal. 91
[v] Franseska Dian Ratri, 2014, (Pergeseran dan Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan (Studi Tentang Pergeseran Makna Tradisi Nyumbang di Dusun Jatirejo, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta), hal. xv
[vi] Slamet Suberkti dan Sri Indah, Upacara Tradisi Sedekah laut Sebagai Media Membangun Solidaritas Sosial: Kasus Pada Masyarakat Nelayan Juwana Pati, (Lembaga Penelitian, UNDIP, 2016), hal. 03
[vii] Goerge Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2011), Hal. 22
[viii] Heritage Tourism of Dasun Ramp River. 2017 (dalam https://www.youtube.com/watch?v=Vc4CDJXRfq).vvvvvvv
[ix] Geertz, Clifford, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976). Hal.
[x] I.B Irawan, Teori-Teori dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hal. 18
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/58ed87eef37a61f0289508cf/menilik-modal-sosial-masyarakat-nelayan?page=all
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Entah sudah berapa lama. Suasana saat itu, di kelas. Guruku mengajar dengan tampil apa adanya. Saat itu, Beliau selalu membacakan selembar tulis karyanya. Aku dan para muridnya mendengarkan dengan khikmad. Lembar tulis tangan itu benar-benar mengantarkan kami semua memahami sebuah materi yang diajarkan. Satu dua hingga tiga pertemuan di kelas itu, selalu dilanjutkan dengan berkunjung di lapangan. Guruku selalu menunjukkan keterhubungan antara yang Beliau tulis, dengan yang dikunjungi. Dan tak lama kemudian, Beliau membimbing kami untuk menulis sebuah pengalaman.
Namun sekarang, jarang sekali aku temukan sosok guru yang demikian. Guru sekarang cenderung mengandalkan teknologi. Guru sekarang cenderung boros energi. Gedung mewah, perangkat video-audio, dan AC selalu lekat dengannya. Slide powerpoint dan tayangan film selalu di jejalkan pada kami semua. Entah dari mana sumbernya. Kami merasa, dari ujung barat sampai ujung timur, media yang digunakan tak lagi bersumber darinya. Semua sama, sama-sama tidak memiliki apa yang disuguhkannya. Kami dan guru kami, seakan belajar materi langit, namun sepi akan peraduan cinta.
Sungguh aku rindu akan guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu membaca buku. Buku yang dibaca, selalu di bawa di dalam kelas. Buku-buku yang dibaca di rumahnya itu, selalu dibaca-ulang di dalam kelas kami. Berawal dari situlah, kami termotivasi untuk membaca buku.
Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu menulis. Hasil tulisan itu, selalu di bawa di dalam kelas. Tulisan tangan yang agak jelek itu, selalu dipamerkan kami. Sejak itulah, kami termotivasi untuk menulis.
Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu mengajakku berkunjung ke lapangan. Membaca situasi, mengamati, bertanya tentang berbagai hal yang berhubungan dengan apa yang Beliau tulis dan apa yang Beliau bacakan di dalam kelas itu. Aku dan kawan-kawanku diajarkan tentang mencari kebenaran, menguji kebenaran,  mengumpulkan kebenaran, dan mengabarkan kebenaran.
Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya.
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/58f416ec127f61f7079eb207/aku-rindu-guruku-yang-apa-adanya
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Dalam perkembangan komunikasi kali ini, kajian membaca kebenaran dalam tayangan video dokumenter menjadi penting dihadirkan. Mengapa demikian? Karena video dokumenter menjadi media terkini dalam perkembangan komunikasi, setelah tulisan dan foto.
Tidak bermaksud merendahkan harga diri sebuah tulisan dan tentu juga foto, kadang kala dalam berkomunikasi, tulisan dan foto tidak satu-satunya yang paling sahih dalam menentukan kebenaran sebuah pesan dalam komunikasi. Contohnya begini. Suatu ketika, saya naik bus jurusan Rembang- Yogyakarta. Di dalam bus tersebut terpampanglah sebuah tulisan “Pak Sopir Bus ini masih Perjaka.” Tapi usut punya  usut, ternyata pak sopir sudah menikah tiga tahun yang lalu. 
Jelas tulisan tersebut tidak sahih kebenarannya. Contoh lagi soal kebenaran pesan dalam sebuah foto. Beberapa foto di media sosial saat ini cukup menarik diperhatikan. Terlihat kulit wajah pemilik medsos tampak bersih, merona, dan menggairahkan. Namun kenyataannya, kulit wajah pemilik medsos tidak seperti yang di pampang di medsos yang bersangkutan. 
Jelas, foto tersebut tidak cukup sahih dalam membuktikan kebenarannya. Walaupun demikian, kita bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab sosial dalam menjaga hargadiri sebuah tulisan dan foto, agar pesan yang disampaikan mendekati kesahihan akan sebuah kebenaran.
Dari ilustrasi singkat di atas, ada kecenderungan sebuah tulisan dan foto, rawan ketika dijadikan satu-satunya pembuktian dalam hal kebenaran. Berangkat dari hal itulah, video dokumenter kemudian menjadi media pilihan komunikasi dalam menyampaikan pesan.
Mengapa video dokumenter menjadi pilihan? Secara umum video dokumenter yaitu suatu rekaman peristiwa lapangan.  Di dalam video dokumenter, semua gambar dan suara tidak boleh dimanipulasi. Hasil tangkapan peristiwa di lapangan itulah yang menjadi tayangan. Misal, suatu ketika siswa SMA sedang melakukan wawancara dengan pedagang pasar tradisional.  
Namun secara tiba-tiba adalah suara pengeas pedagang es lilin yang cukup berisik hingga suara wawancaranya nara sumber kalah dengan telolet es lilin. Dalam sebuah video dokumenter, kehadiran penjual es lilin saat wawancara berlangsung tidak boleh dihilangkan. Ketika dihilangkan, video siswa tersebut telah dimanipulasi, alias tidak lagi menjadi video dokumenter. Dari ilustrasi di atas, video dokumenter  akan menjadi media pilihan dalam berkomunikasi karena kesahihan kebenaran sebuah peristiwa di lapangan, terpenuhi.
Namun apakah video dukumenter selalu benar? Saya berharap jawabannya “Ya,”  ketika dibandingkan dengan media tulisan dan foto. Namun kebenaran dalam sebuah tayangan video dokumenter harus terbuka dengan sebuah pengujian kebenaran. Siapapun dan kapanpun, boleh menguji kebenaran dari video dokumenter tersebut. 
Pada prinsipnya, semakin terbuka sikap kita dalam diuji dan menguji sebuah video dokumenter, maka semakin terjaga kebenaran sebuah video dokumenter. Namun sebaliknya, video dokumenter juga bisa salah. Misal, sebuah tayangan video dokumenter tentang keadaan pasar tradisional, dimana pembuat video dokumenter menukar gambar dan audio sebuah pasar tradisional yang berbeda, melalui aplikasi editing film. 
Maka untuk itu, walaupun video dokumenter menjadi alternatif menyampaikan pesan dalam proses komunikasi saat ini, kita sangat perlu memiliki keterampilan dalam membaca kebenaran dari sebuah video dokumenter.
Bagaimana membaca kebenaran dalam tayangan video dokumenter? Senjata dari sebuah kebenaran adalah kejujuran itu sendiri. Tetapi ketika kita serta-merta menuding bahwa seseorang dalam membuat video dokumenter adalah sang pembohong, tentu saja tidak elok. Untuk itu perlu adanya langkah-langkah yang perlu dimiliki pengguna data video dokumenter, agar tidak terjebak dalam dinamika yang cenderung merendahkan antar sesama manusia. 
Menurut saya ada tiga langkah dalam menguji kebenaran sebuah video dokumenter. Pertama, mengikuti proses pembuatannya secara langsung. Kedua, mengkomunikasi video dokumenter dengan rekaman peristiwa yang terjadi pada saat video dokumenter diproduksi. Ketiga, meneliti riwayat perilaku pembuat video dokumenter itu sendiri.
Mengikuti proses pembuatannya secara langsung merupakan cara menguji kebenaran dari sebuah tayangan video dokumenter. Contoh, ketika teman saya membuat video dokumenter pernikahan, maka saya harus terjun ke lapangan. Peristiwa apa saja yang direkam dalam upacara pernikahan, harus saya kroscek dengan hasil video dokumenter yang ditayangkan. Jika antara peristiwa yang saya lihat itu sesuai dengan isi dari tayangan video tersebut, maka video dokumenter itu adalah benar. 
Sebaliknya, jika hasil video dokumenter itu memuat gambar dan audio yang tidak sama, berarti video dokumenter tersebut adalah salah. Walaupun kita menemukan video dokumenter itu tidak benar, etika kita harus tidak merendahkan harga diri pembuat karya tersebut. Sebisa mungkin kita membuat video dokumenter baru, sebagai koreksi atas kesalahan dari video dokumenter yang ada.  
Selanjutnya adalah mengkomunikasi video dokumenter dengan peristiwa yang terjadi pada saat video dokumenter di produksi. Melakukan kroscek sebuah kebenaran atas tayangan video dokumenter kali ini, bukanlah mudah. 
Pekerjaan ini cukup menantang dan tentunya banyak hambatan. Dalam waktu yang sama, belum tentu terdapat tayangan peristiwa yang divideokan secara bersamaan. Untuk itu, kecakapan dalam mencari data adalah hal terpenting, sebelum memilih langkah yang kedua ini. 
Misal, suatu ketika kita sedang menonton video dokumenter peringatan Hari Pendidikan Nasional di Rembang. Untuk menguji kebenaran dari tayangan video dokumenter tersebut, kita harus mencari data tentang peristiwa apa saja yang terjadi pada saat peringatan hari pendidikan nasional di Rembang tersebut. 
Dengan banyaknya media sosial saat ini, ada kecenderungan kita mudah mendapatkan data. Semua peristiwa yang terekam pada waktu itu, harus kita kumpulkan terlebih dahulu, khususnya data video. Jika terdapat kesesuaian isi dalam tayangan video dokumenter dengan video dokumenter yang lainnya, berarti isi dari video dokumenter tersebut adalah benar.
Sebaliknya, jika terjadi ketidaksesuaikan antara tayangan video dokumenter dengan video dokumenter yang lainnya, berarti video dokumenter tersebut memuat salah.
Apakah semua video dokumenter lain, dapat kita jadikan pembanding? Secara umum, saya berharap jawabnya  “ya.” Mengapa demikian? Karena dalam mengendalikan suatu video dokumenter secara bersamaan dalam suatu peristiwa dengan waktu dan tempat yang sama, tidaklah mudah. Walaupun ini bisa saja terjadi, tetapi hanya aktor-aktor tertentu saja yang dapat mendesain semua video dokumenter itu secara bersamaan.  
Untuk itu, kita harus tetap kritis dalam memilih dan memilah mana video dokumenter pembanding yang kita gunakan. Jangan hanya asal memenuhi validasi data saja. Lagi-lagi kejujuran menjadi senjata utama dalam mengurai kebenaran suatu video dokumenter. Tidaklah elok, menguji sebuah kejujuran dengan sebuah kebohongan.
Untuk mensiasati katerbatasan sebuah video dokumenter pembanding, kita bisa melakukan pembuatan video dokumenter pada saat yang sama. Hanya saja pekerjaan ini tidaklah mudah. Sikap yang harus kita utamakan adalah menjadi pelayan dokumentasi dari suatu kebenaran itu sendiri, bukan menyalahkan suatu kebenaran video dokumenter  dengan cara membuat video dokumenter tandingan itu sendiri.
Terakhir, dalam menguji kebenaran suatu video dokumenter, tindakan yang dapat kita lakukan adalah meneliti riwayat perilaku pembuat video dokumenter itu sendiri. Prinsipnya begini. Jika riwayat perilaku pembuat video dokumenter terbiasa jujur, maka video dokumenter yang dihasilkan adalah benar. Sebaliknya, Jika riwayat perilaku pembuat video dokumenter terbiasa bohong, maka video dokumenter yang dihasilkan adalah salah. Menurut saya, langkah pengujian yang ketiga ini sangatlah rawan.
Mengapa demikian? Rawan karena ini berurusan dengan bagaimana kita memandang pembuat video dokumenter. Bayangkan saja, dengan serta-merta suatu ketika terdapat informasi bahwa pembuat video dokumenter itu melakukan perilaku bohong, maka hasilnya pasti kita memandang karyanya tidak benar. 
Bayangkan saja, dengan serta-merta suatu ketika terdapat informasi bahwa pembuat video dokumenter itu melakukan perilaku jujur, maka hasilnya pasti kita memandang karyanya adalah benar. Mengapa kita harus jeli dalam memilih langkah yang ketiga ini? Karena langkah yang ketiga ini cenderung berhubungan status kemanusiaan itu sendiri. Sesama manusia, sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita harus senantiasa saling menghormati. Kewajiban kita adalah tunduk dengan Tuhan Yang Maha Esa, bukan tunduk terhadap sesama manusia, termasuk karyanya.
Ada hal penting kenapa kita perlu mengkaji kebenaran video dokumenter, termasuk kebenaran dari suatu tulisan dan foto. Hal penting tersebut adalah pengaruh media komunikasi dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, mulai dari tulisan, foto, hingga video dokumenter, kerap kali digunakan dalam proses pembelajaran. 
Untuk itu, menjaga kebenaran atas sebuah kebenaran adalah sangat penting. Menjaga kebenaran atas sebuah kebenaran tulisan adalah sangat penting.  Menjaga kebenaran atas sebuah kebenaran foto adalah sangat penting.  Begitu juga, menjaga kebenaran atas sebuah kebenaran video dokumenter adalah sangat penting.  
Untuk itu, menjadi pelayan atas sebuah kebenaran sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Entah apa yang terjadi, jika dalam proses pembelajaran, media komunikasi yang kita gunakan adalah salah. Entah apa yang terjadi, ketika buku-buku di perpustakaan salah. Entah apa yang terjadi, ketika foto-foto di galery juga salah. 
Entah apa yang terjadi, ketika video dokumenter yang kita koleksi juga salah. Tentu saja, saya dan para Pembaca yang budiman berharap, bahwa dunia pendidikan kita harus tetap terjaga dari sebuah kebenaran, bukan malah sebaliknya, dunia pendidikan yang penuh dengan kesalahan.
Bantahan atas kebenaran dari video dokumenter adalah suatu keniscahyaan. Namun kita jangan berkecil hati, ada media menarik yang dapat kita gunakan dalam rangka menyampaikan kebenaran, yaitu media kunjungan lapangan. Walaupun demikian, melakukan kunjungan lapangan pun dapat dimanipulasi.
Salam #literasivideo
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/59188289317a61090b2a9edb/membaca-kebenaran-dalam-video-dokumenter?page=all
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Tulisan singkat ini semata-mata menjadi nasehat untuk diri saya. Selebihnya adalah untuk pembaca budiman. Latar dari patahan uraian ini berawal dari trend menggunakan objek gambar untuk daya tarik suatu kegiatan.
Suatu ketika, ada organisasi mahasiswa menggunakan objek gambar ulama kharismatik, untuk publikasi kegiatan kampusnya. Srut... srut... srut.... tak lama kemudian poster yang diposting di facebook menjadi viral. Mereka para pengguna media sosial se-umur jagungpun langsung menangkap pesannya, bahwa kegiatan tersebut memiliki kekhasan aroma seperti halnya kekhasan ulasa kharismatik yang dikenakan latar posternya.
Memang tidak menjadi soal, perihal posting kegiatan mahasiswa tersebut. Anggap saja setiap kegiatan mahasiswa itu mulia. Namun menjadi kacau ketika organisasi mahasiswa tersebut memiliki perjalanan historis yang berseberangan dengan ulama kharismatik tersebut.
Efek postingan yang demikian tentu tidak mencerminkan tentang idealisme sebuah gerakan organisasi kemahasiswaan.  Jalan mana yang telah dipilih, seakan menjadi kabur karena postingan mendadak viral. Status dan peranan gerakan yang tadinya heterogen, menjadi semu, gara-gara latar poster yang digunakan.
Usut punya usut, dari hasil obrolan para mahasiswa kritis di warung kopi pojok, ternyata organisasi kemahasiswa itu sedang tersudut terhadap isu gerakan yang digulirkan. Banting setir dengan pura-pura memajang foto ulama kharismatik tentu menjadi pilihan empuk dan menggairahkan, dengan pelan namun pasti bullying kelompok mereka semakin terhindar.
Menyikapi hal tersebut, memang cukup memprihatinkan. Selevel mahasiswa pergerakan saja sudah menggunakan cara kemunafikan. Dan ironisnya, mereka tetap mendapatkan keuntungan dari simbolisasi kharismatik dari ulama, namun disisi lain, infiltrasi dan proyek-proyek mereka tetap tumbuh subur di basis.
Bagi organisasi pergerakan mahasiswa yang menggunakan strategi kacau di atas, tentu diharap segera dihentikan. Apapun alasannya, itu bukanlah potret idealisme gerakan mahasiswa Indonesia yang ideal. Selanjutnya, bagi organisasi masih memegang teguh idealisme (jika masih ada), semoga tidak terpengaruh dengan tipu muslihat poster kegiatan yang ada di unggah di media sosial. Lantas bagaimana menjadi bagian organ pergerakan, khususnya dalam hal ber-etika memanfaatkan gambar untuk branding kegiatan?  Mari saling berliterasi.
Ibarat memajang bunga, tentu tidak elok jika yang kita pajang di rumah kita itu bunga milik orang lain. Boleh milik orang, tapi tentu harus ada hal ihwal perijinannya. Tak cukup hanya ijin, pemajang harus merawat bunga tersebut dari sengatan kumbang jahat. Bunga itu harus terjaga setiap detiknya. Bolehlah sang kumbang datang menghisap madunya, namun harus dipastikan bahwa hisapan kumbang itu semata-mata untuk membantu penyerbukan hingga tumbuh pesona bibit bunga baru yang semakin dan lebih kharismatik dari parentalnya. Hanya itu yang bisa, dan selebihnya, tidak boleh.
Dari analogi relasi rumah-bunga-dan-kumbang itu, kata kuncinya adalah “merawat” sebuah gambar menjadi etika memanfaatkan gambar untuk branding kegiatan.  Siapapun harus menjiwai alur sentuhan merawat. Lantas bagaimana organisasi mahiswa dalam beretika menggunakan gambar untuk branding kegiatannya? Siapapun dan kapanpun, mereka yang menggunakan sebuah gambar untuk  untuk branding kegiatannya, harus melakukan tindakan merawat. Mereka yang tidak memiliki riwayat merawat gambar tersebut, sangatlah tidak etik menggunakan gambar tersebut. Terlebih mereka yang selama ini berseberangan bahkan melawan substansi gambar tersebut, sangatlah tidak elok.
Sedikit menjadi bahan literasi saja, siapapun organisasi kemahasiswaan, sungguh tidak baik menggunakan gambar ulama kharismatik, jika gerakan kemahasiswaan tersebut tidak melakukan tindakan merawat gagasan, sikap, dan teladan ulama tersebut. Ini bukan semata-mata mengalihkan hak, namun ini adalah etika yang perlu di-inkulturisasikan pada organisasi kemahasiswaan. Mau jadi apa bangsa ini, jika mahasiswanya saja tidak peduli dengan etika.
Ekspresi tindakan merawat tentu sangat luas. Tindakan riil dapat dilakukan diantaranya; menulis biografi ulama kharismatik, peneltiian etnografi ulama kharismatik, membedah alur pikir ulama kharismatik, hingga meneladani ajaran dan anjuran ulama kharismatik, harus dilakukan sebelum menggunakan foto ulama kharismatik menjadi latar poster untuk untuk branding kegiatan.

Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/5931814e579373b63a390543/etika-memajang-gambar-untuk-branding-kegiatan 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Saat kunjungan kemanapun, terkadang kita disibukkan dengan hal-hal teknis dan administratif. Bawa inilah bawa itulah. Ijin inilah ijin itulah. Semua itu demi kelancaran akan rencana kunjungan. Dengan sibuknya persiapan teknis dan administratif itulah, terkadang kita lupa menyiapkan instrumen panduan untuk liputan. Sehingga terkadang disayangkan. Sudah jauh-jauh, sudah capek-capek, eh... nggak dapet deh oleh-oleh yang sangat berharga, apa itu? Tulisan kunjungan lapangan. 
Berangkat dari sisi kelemahan kunjungan tersebut, maka setiap jurnalis dan atau peneliti perlu menyiapkan panduan praktis yang berisikan point-point pengamatan dan wawancara. 
Kali ini saya akan berbagi tentang point-pointi penting untuk pengamatan dan wawancara bagi yang akan melakukan kunjungan ke Vihara Ratanavana Arama Sendangcoyo Lasem Rembang Jawa Tengah. 
Tema tulisan menarik yang dapat kita angkat saat berkunjung di Vihara ini adalah tentang pola interaksi sosial dan kerukunan. Tentu juga banyak tematik lain yang tidak kalah menariknya. Tapi urusan interaksi sosial dan kerukunan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, masih sangat penting diperhatikan, dikelola, dan dipelihara. Mengapa? Karena Indonesia itu beragam. Indonesia itu majmuk. Merawat keberagaman dan atau kemajmukan adalah tindakan nyata yang perlu kita lakukan. 
Bagaimana caranya? Caranya mudah. Silahkan rencanakan kunjungan pada kelompok sosial atau macam apalah. Lalu gunakan instrumen ini. Mudahkan.
Tampak para siswa SMA sedang mengunjung Vihara Ratanawana Arama dalam rangka merawat kerukunan (Dok. Pribadi, tahun 2017)
Tampak para siswa SMA sedang mengunjung Vihara Ratanawana Arama dalam rangka merawat kerukunan (Dok. Pribadi, tahun 2017)
Mengapa harus mengujungi? Hal yang perlu kita lakukan adalah mengunjungi. Saling mengunjungi adalah kata kunci dalam membangun kerukunan. Terlebih mengunjungi dengan melakukan kajian mikroskopis tentang pola interaksi keberadaanya dengan masyarakat yang ada. Ini adalah benteng. Ini adalah cara penting dalam merawat kerukunan. Mari kita lakukan. OK...!!!!
Kembali ke panduan praktis saat berkunjung di Viahara Ratanavana Arama. 
Instrumen penelitian ini mengkhususkan untuk memotret pola hubungan keberadaan Vihara Ratanavana Arama Sendangcoyo Lasem. Dengan memotret pola interaksi sosial antara Vihara Ratanavana Arama Sendangcoyo dengan masyarakat sekitar, akan terlihat hubungan fungsional yang memuliakan. Sehingga diharapkan akan terbentuk kerukunan dalam tataran nalar dan tindakan.
Untuk itu, berikut ini adalah contoh panduan praktis saat berkunjung di Vihara Ratanavana Arama, terkhusus panduan ini untuk jurnalis dan atau peneliti. 
Bagian Awal
Ceritakan latar belakang kunjungan lapangan di Vihara Ratanavana Arama
Ceritakan tujuan kunjungan lapangan di Vihara Ratanavana Arama
Ceritakan manfaat kunjungan lapangan di Vihara Ratanavana Arama
Ceritakan bagaimana metode penulisan laporan kunjungan lapangan ini
Bagian Isi
Ceritakan secara lengkapa siapakah Bhante Sudhammo Mahathera
Ceritakan sejarah berdirinya Vihara Ratanavana Arama
Ceritakan secara detail dan lengkap situs-situs yang ada  Vihara Ratanavana Arama (sertakan foto/ video)
Ceritakan interaksi sosial yang terjadi antara Vihara Ratanavana Arama dengan masyarakat setempat, dalam hal;
Pendidikan
Keyakinan
Pekerjaan
Kesenian
Tradisi  
Perdagangan
Teknologi
Ceritakan kerukunan pada masyarakat di sekitar Vihara Ratanavana Arama
Paparkan gagasan kalian tentang kerukunan antar umat beragama dengan keberadaan Vihara Ratanavana Arama
Bagian Akhir 
Ceritakan secara singkat tentang;
situs yang ada di Vihara Ratanavana Arama
gagasan kerukunan antar umat beragama
Ceritakan pesan dan kesan kalian terhadap keberadaan Vihara Ratanavana Arama
Selamat mencoba, selamat melakukan.
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/5a0cc2818325cc40454c4f22/panduan-praktis-saat-berkunjung-di-vihara-ratanavana-arama-sendangcoyo-lasem?page=all
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Buah Kersen memiliki ragam warna. Dengan bentuk buahnya yang bulat, buah yang satu ini memiliki warna masak yang cenderung kemerahan. Hasil pengamatan singkat, warna kersen dipengaruhi oleh usia dari buah itu sendiri. Semakin muda, warna kulit buahnya cenderung kementahan tipis. Dan ketika masak, warna buah cenderung berwarna matang pekat. 
Buah Kersen cukup menarik untuk para burung. Hingga saat ini memang belum ada penelitian tengan pengaruh warna burung yang gemar makan buah kersen. Namun kenyataannya, semua burung penggemar buah kersen ini memiliki warna dan corak yang menarik. 
Beberapa burung yang kerap hinggap dan memanen buah kersen diantarnya; burung kemade, cucak hijau, pleci, burung walik, burung-madu, dan trucukan. Semua burung tersebut secara kebetulan memiliki warna bulu yang menarik. Mungkin saja, selain genetis dan evolusi warna burung yang semakin menarik, juga terdapat peran dari ragam warna pada makanan buah yang dimakannya.
Kandungan komposisi senyawa dalam 100 g buah kersen [Gemilang, 2012]
Kandungan komposisi senyawa dalam 100 g buah kersen [Gemilang, 2012]
Kajian terdahulu, buah kersen ditemukan dan terbukti memiliki banyak manfaat. Diantara hasil temuan manfaat itu adalah menurunkan kadar glukosa darah (Verdayanti, 2009), menangkal sel-sel rusak akibat radikal bebas dan menghambat penuaan dini (Nurkhasanah, 2013), dan kandungan organoleptik dan vitamin C (Octavia, 2014). Namun tekstur warna buah kersen yang sangat memukau mata ini, tampaknya belum ada yang mengkajinya. 

Kajian tentang manfaat warna untuk kehidupan, kita dapat belajar pada ilmu colourologi. Namun ilmu Colourologi ini belum banyak dikembangkan pada media terapi alternatif pada buah kersen. 
Colourologi atau semacam turunannya chromotheraphy atau menggunakan warna untuk tujuan kesembuhan kalah jauh dari racik obatan kimia. Tampak kemajuan Chromotheraphy cenderung maju dalam hal penjualan perkakas lampu dan kosmetik lipstik yang memang diarahkan pada peningkatan daya komsumsi publik saja. Adapaun Colourologi dan juga Chromotheraphy belum dimanfaatkan untuk mengkaji warna warni buah-buahan di Nusantara ini yang memang jago hasilkan buah tropis yang beragam, khususnya Colourologi buah kersen.
Barisan warna buah kersen yang memukau [doc. Foto Vistaphotography, 2017]
Barisan warna buah kersen yang memukau [doc. Foto Vistaphotography, 2017]
Untuk itu perlu kiranya dilakukan kajian mendalam dan kompleks terhadap warna buah kersen dan efeknya penyembuhannya dalam terapi warna. Kajian awal tentang terapi warna dan efeknya pada kesehatan pernah terulas oleh Adiati tahun 2014. Namun lagi-lagi, ulasan tentang Colourologi hanya semacam pintu masuk saja. Detail tentang Colourologi buah Kersen, belum. 
Hasil pengamatan singkat, buah kersen memiliki warna kemerahan pada saat masak. Tampak pada foto di atas, semakin masak, warna buah kersen semakin pekat dan kaut. Dalam kajian colourologi, merah merupakan warna yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh. 
Untuk lebih detailnya, kita dapat melakukan Chromotheraphy pada video buah kersen di bawah ini. 
dan untuk mengenal ekologi dan cara memanennya, dapat dilihat pada video di bawah ini. 
Semoga kajian tentang buah kersen ini semakin banyak yang memperhatikan. Buah kersen yang telah terbukti disukai para burung, memiliki kandungan manfaat untuk kesehatan, namun warna buah kersen yang memukau ini belum banyak yang memperhatikan untuk kepentingan chromotheraphy dalam kajian colourologi. 
Semoga pembaca mendapatkatkan manfaat chromotheraphy pada saat membaca artikel "Colourologi Buah Kersen" ini.

Terima kasih. 
Sumber: https://www.kompasiana.com/es_lodheng/5a29699cb46426768670bca3/colourologi-buah-kersen 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

www.sma3rembang.sch.id - REMBANG,  Sabtu (5/10) SMA Negeri 3 Rembang merayakan hari terakhir Diesnatalis yang dimeriahkan oleh Sholawatan bersama Habib Anis Bin Syahab dengan iringan hadroh dari Ashabul Kahfi. Diesnatalis adalah suatu peringatan atas hari lahir yang di dalam sejumlah besar budaya dianggap sebagai peristiwa penting yang menandai awal perjalanan kehidupan (Wikipedia Bahasa Indonesia). Kegiatan tersebut diselenggarakan dari hari Kamis 3 Oktober sampai tanggal 5 Oktober. Para siswa dan guru sangat antusias dengan kegiatan tersebut. Diesnatalis tahun ini memiliki Motto "KERJA KERAS, KERJA CERDAS, KERJA IKHLAS".

Kepala sekolah, Ka. Kesiswaan, Ketua Penyelenggara, dan Ketua Osis mendampingi Habib dari dimulainya kegiatam sampai selesai. Beberapa tamu undangan pun turut  hadir memeriahkan. Tamu undangab tersebut merupakan perwakilan dari beberapa instansi dan sekolah di lingkungan sekitar SMA Negeri 3 Rembang. Kegiatan Sholawatan berakhir pada pukul 15.00 WIB lalu dilanjutkan dengan penerbangan 1000 balon Harapan.

Penutupan Diesnatalis ditandai dengan penerbangan 1000 balon harapan. Dimeriahkan oleh Band Lokal GNL yang mengover lagu "Selamat Ulang Tahun" dari Zamrud untuk mengiringi penerbangan balon. Dimana satu balon tersebut untuk mewakili harapan seorang siswa kepada SMA N 3 Rembang. Penerbangan 1000 balon diawali oleh penerbangan 60 Balon yang diterbangkan dari perwakilan OSIS, dibawah balon digantungkan Banner yang bertuliskan "28 Tahun SMAGA Rembang" dengan harapan agar sekolahnya mampu bersaing dengan sekolah lain baik dalam potensi akademik maupun non akademik.

Penulis : Febiana Rizki
Fotografer : Nur Wahidatun N dan Putri Aprillia S.
Sumber foto lain : IG (@smaga_rembang)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

www.sma3rembang.sch.id-REMBANG, senin (04/11) pukul 16:30 WIB. Keajaiban ini atau lebih tepatnya disebut dengan fenomena awan pelangi tidak hanya terjadi di daerah Palestina saja akan tetapi fenomena ini juga terjadi di Indonesia yaitu di langit sekitar SMA Negeri 3 Rembang.

Beberapa siswa sempat mengabadikan momen yang langka itu dengan mengambil beberapa foto. kemudian mereka memposting di berbagai media sosialnya. banyak siswa beranggapan bahwa itu UFO dan ada sebagian yang beranggapan bahwa itu pelangi yang tertutup oleh awan.

" Iya saya melihat fenomena alam tersebut secara langsung saat berada di sekitar halaman sekolah SMA Negeri 3 Rembang". ujar umrotun nikmah yaitu salah satu siswi SMA Negeri 3 rembang yang menyaksikan secara langsung fenomena tersebut.

Yang jelas fenomena ini disukai oleh banyak generasi milenial karena di waktu yang sama siswa dan siswi SMA Negeri 3 Rembang banyak yang menggugah di sosial medianya berdasarkan bukti-bukti fakta kejadian fenomena tersebut.

Penulis: Arba'atur Rizqiana AJ
Fotografer: Yumrotun Nikmah
Penyelaras: Wawan Syafaat
Editor: Wawan Syafaat
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

www.sma3rembang.sch.id - PEMBELAJARAN SAINTIFIK, Ini adalah proyek pembelajaran mapel geografi. Namanya adalah Peta Persebaran Barang Tambang. Dipeta inilah, persebaran barang tambang se-Indonesia dapat kita ketahui.

Ada cerita dalam peta ini. Peta ini adalah tindak lanjut dari pembelajaran mapel geografi kelas XI semester pertama dengan materi Teknik Pembuatan Peta yang nantinya kami akan mendapatkan nilai. Kami membuat peta ini dengan langkah yang sederhana. Pertama, kami membuat peta Indonesia sesuai prosedur. Kedua, kami mengumpulkan data sekunder tentang persebaran tambang. Ketiga, setelah itu kami masukkan data tambang tersebut pada titik-titik lokasi peta yang kemudian. Lanjut keempat, kami warnai peta persebaran tambang yang ada. Dan terakhir, langkah kelima, kami sempurnakan identitas peta termasuk didalamnya adalah catatan legenda.

Tentu saja ini bukan karya terbaik dari kami. Kami akan tetap membuat karya yang kemudian akan kami publish di website ini. Apalagi dengan belajar seperti ini, kami dapat pengalaman banyak tentang pembuatan peta dan persebarannya.

Semoga produk pembelajaran ini bermanfaat untuk kami dan semuanya. Salam menulis dari kami, SMA Negeri 3 Rembang.

Penulis: Arba'atur Rizqiana AJ
Fotografer: Admin
Editor: Admin
Penyelaran: Admin

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

www.sma3rembang.sch.id - REMBANG,  Selasa (05/11) SMA Negeri 3 Rembang menggelar Pelatihan Jurnalistik Bagi OSIS, Pramuka, dan KIR. Sejumlah 50 peserta dilibatkan dari perwakilan Osis, Pramuka, dan KIR. Pelatihan jurnalistik ini akan difokuskan menulis berita di website SMA Negeri 3 Rembang.

"Pelatihan Jurnalistik ini diharapkan menjadi pintu masuk para siswa dalam menghasilkan karya jurnalistik dibidangnya," tegas Sukarno, M.PFis, Kepala SMA Negeri 3 Rembang saat membuka pelatihan. 

Selama dua hari ini pelatihan dilaksanakan dengan pendampingan para Bapak Ibu Guru Pendamping OSIS, Pramuka, dan Ekstrakulikuler. "Kami pingin merealisasikan majalah digital usai pelatihan ini," harap Wawan Syafaat, S.Pd Waka Kesiswaan SMA Negeri 3 Rembang. 

Penulis: Admin 
Fotografer: 
Penyelaras: 
Editor: 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

Labels

  • Arba'atur Rizqiana AJ
  • aulia risma azzahra
  • Diesnatalis
  • etika gambar
  • gerakan pramuka
  • gula merah
  • guru biasa
  • jurnalistik
  • Kolourologi
  • kwarcab rembang
  • kwarda jateng
  • legen
  • metodologi video
  • modal sosial
  • pertihusada jateng
  • pranti
  • Program Unggulan SMA Negeri 3 Rembang
  • rembang
  • semarang
  • siwalan
  • sma n 1 pamotan
  • sulang
  • traveling
  • Vihara Ratanavana Arama

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • ▼  2019 (19)
    • ▼  November (10)
      • Menilik Modal Sosial Masyarakat Nelayan
      • Aku Rindu Guruku yang Apa Adanya
      • Membaca Kebenaran dalam Video Dokumenter
      • Etika Memajang Gambar untuk Branding Kegiatan
      • Panduan Praktis Saat Berkunjung ke Vihara Ratanava...
      • Kolourologi Buah Kersen
      • Penerbangan 1000 Balon Harapan Menandai Berakhirny...
      • KEAJAIBAN DI LANGIT SMA NEGERI 3 REMBANG
      • PETA PERSEBARAN BARANG TAMBANG
      • SMA NEGERI 3 REMBANG MENGGELAR PELATIHAN JURNALIST...
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)

Created with by ThemeXpose